Syalom......

Persekutuan Eklesia ini didirikan atas dasar kerinduan dari umat-umat Allah yang rindu untuk menyatakan kasih kristus melalui sebuah persekutuan yang terus membangun iman, saling menguatkan dan saling mengingatkan untuk hidup sesuai dengan Firman Allah terlebih lagi untuk menyembah dalam Roh dan Kebenaran.

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes 4 : 23 – 24)

Selasa, 01 Februari 2011

IMLEK, BOLEHKAH KITA MERAYAKANNYA ?


“Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun. Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk kamu telah sia-sia.” (Galatia 4:9-11)

Imlek, Perayaan Yang Mendunia
Tidak dapat disangkal bahwa Imlek/Sincia sudah mendunia, di seluruh dunia dimana ada orang ‘Cina’ (Nama ‘Cina’ merupakan kebanggaan bagi yang merasa dirinya menjadi bagian dari emperum kesatuan ‘Cin/Chin,’ kekaisaran yang menyatukan masyarakat) atau ‘Tionghoa’ (Nama Tionghoa/Chungkuo berarti negara pusat yang dianggap berbudaya tinggi) dirayakan Imlek/Sincia dengan segala tradisinya. Toko, Restoran, maupun Mal menjelang perayaan itu banyak didominasi ‘warna merah’ lambang kemakmuran. Bukan hanya itu lampion dan hio & alat sembahyang lainnya banyak dijual, dan peragaan ‘Liong’ (naga) maupun ‘Barongsai’ (sesingaan) menjadi bagian perayaan yang disertai bunyi tambur, simbal, dan mercon itu, dan dibanyak tempat dijumpai ucapan ‘Gong Xi Fa Cai’ atau ‘Sin Cun Kiong Hie!
Bagi umat kristen khususnya yang berlatar belakang etnis Cina/Tionghoa, dihadapi pertanyaan ‘Bolehkah umat percaya merayakan Imlek/sincia?’ Ini terbukti dari banyaknya yang menanyakan maupun yang mengundang untuk membahasnya!
Kita harus sadar bahwa baik perayaan ‘Tahun Baru’ maupun perayaan ‘Imlek/Sincia’ mengandung budaya geografis maupun ada unsur budaya religinya sekalipun batas di antara keduanya sering tidak jelas. Seperti kita ketahui, ada dua sistem kalender yang paling umum digunakan budaya didunia yaitu ‘kalender matahari’ (solar) yang perhitungannya dimulai dari memasuki musim semi dimana matahari mulai menampakkan cahayanya dan lamanya berdasarkan lama lintasan matahari, dan ‘kalender bulan’ (lunar) yang perhitungannya dimulai dari hari panen dan lama tahunnya berdasarkan lama lintasan bulan (yang lebih pendek dari lintasan matahari).
Tetapi mengapa Imlek/Sincia sebagai salah satu praktek kalender bulan  menimbulkan pertanyaan banyak orang kristen? Ini disebabkan karena perayaan Imlek/Sincia sarat dipenuhi tradisi dan perayaan yang menjadi bagian dari ‘budaya religi’ masyarakat Cina/Tionghoa.
Tradisi Budaya Leluhur
Apakah tradisi budaya leluhur yang secara turun temurun mempengaruhi masyarakat Cina/Tionghoa? Setidaknya tradisi budaya leluhur dipengaruhi empat kepercayaan kuno, yaitu: (1) Faham Spiritisme/Okultisme dan Mistik sejak masa pra-sejarah; (2) Kepercayaan Taoisme yang bersifat Mistik (falsafahisasi konsep Yin-Yang dalam I-Ching) sejak abad VI SM; (3) Kepercayaan Konfusianisme yang bersifat hubungan sosial sejak abad VI SM; dan (4) Kepercayaan Buddhisme yang bersifat mistik Buddha (agak beda dengan mistik Tao) yang masuk dari India sejak abad I–VI M.
Sifat yang melekat dalam diri masyarakat Cina/Tionghoa adalah adanya kepercayaan ‘jalan tengah’ (middle way) yang menggabungkan semua kepercayaan leluhur (Tridharma). ’Penyembahan arwah nenek-moyang tetap menjadi jantung budaya religi Cina/Tionghoa dan kepercayaan tentang roh-roh kegelapan sudah lama terjadi demikian juga penyembahan alam (mistik) juga sudah ribuan tahun dilakukan oleh masyarakat Cina/Tiongoa secara turun temurun.
Seminggu sebelum Imlek/Sincia masyarakat biasa melakukan sembahyang Toa Pe Kong Dapur mengiringi Dewa Ciao Kun Kong pergi ke langit, dan sehari sebelum Imlek/Sincia dilakukan sembahyang Tahun Baru dengan sajian kurban 3 macam hewan atau Sam-Seng (babi, ayam, dan bandeng). Pada hari raya Imlek/Sincia dipersiapkan meja sembahyang dan Angpao (uang dibungkus amplop merah) sebagai simbol untuk menyenangkan roh para dewa, dan masyarakat saling hormat-menghormati, ini disusul pada hari ke-4 dimana dipercayai bahwa dewa dapur turun kembali dari langit dan disambut dengan keramaian barongsai, bilekhud, dan petasan. Pada hari ke-15 setelah Imlek/Sincia, dilakukan pesta Goan Siau / Cap Gomeh dengan pesta lampion dan sembahyang ‘Sam Kai’ yang ditujukan kepada langit, bumi dan manusia.
Selain itu, sepanjang tahun masyarakat Cina/Tionghoa juga merayakan berbagai ritual budaya religi, yaitu:
(1)  Pada awal bulan ke-3 dirayakan ‘Ceng Beng’ (bersih, murni & terang) dengan sembahyang ke makam leluhur sambil membawa dupa dan sajian;
(2)  Pada tanggal 5 bulan ke-5 dilakukan sembahyang ‘Toan Yang / Pehcun’ dengan perayaan perahu  (legendanya: Kut Goan berusaha menyatukan 5 negara untuk menghadapi musuh, namun rajanya  tertipu musuh sehingga kelima kerajaan dikuasai musuh. Kut Goan sedih karena gagal lalu terjun ke sungai. Masyarakat mengenangnya dengan menaburi sungai dengan bacang dan kue cang agar jasadnya tidak dimakan ikan melainkan makan bacang);
(3) Orang jahat mengalami siksaan diakhirat namun pada bulan ke-7 mendapat cuti sebulan untuk kembali ke bumi. Sembahyang ‘Cioko’ dengan meja sajian sembahyang diletakkan dekat pintu rumah bertujuan memberi makan roh-roh kelaparan itu agar tidak masuk ke pintu rumah dan mengganggu keluarga;
(4)  Pada tanggal 15 bulan ke-8, pada waktu bulan penuh dirayakan dengan pesta ‘pertengahan musim rontok’ dengan menghidangkan klue ‘Tiong Ciu Pia’ / ‘Kue Bulan’;
(5)  Pada tanggal 15 bulan ke-11 dirayakan ‘Tibanya Musim Dingin’ dengan hidangan makan hangat   ‘Onde/Ronde.’
            Perayaan Imlek/Sincia juga tidak lepas dari kepercayaan geomancy seperti ‘Shio’ dan ‘Hongsui/Feng Shui,’ yaitu adanya pengaruh bintang dan tata-letak rumah pada tahun itu (tahun 2562 dianggap tahun kelinci dimana sifat-sifat kelinci mempengaruhi bayi yang dilahirkan ditahun ini). Ada tahun yang dianggap tahun bahagia (hokkie) dimana baik kelahiran, pernikahan, maupun transaksi dagang sebainya dilakukan) namun ada kepercayaan bahwa ada tahun-tahun sial dimana semuanya sebaiknya ditunda dan jangan dilakukan.
Lalu Bagaimana?
Dari berbagai perayaan & ritual sepanjang tahun itu kita melihat bahwa perayaan Imlek/Sincia itu sarat penyembahan dan hubungan dengan roh nenek-moyang dan roh kegelapan yang bersifat animistis, mistis, dan magis, hal-hal yang tidak memuliakan Tuhan. Namun, itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh merayakan Imlek/Sincia sama sekali selama kita menyadari bahwa semua hari, tahun itu sama adanya. Merayakan Imlek/Sincia sebagai awal tahun baru bulan tidaklah salah karena dalam perayaan tahunan itu kita dapat mensyukuri Tuhan Yesus yang telah menjaga umatnya selama satu kalender lunar lagi dan pengucapan syukur budaya geografis itu bisa untuk menyatukan dan bersukacita dengan anggota keluarga lainnya, apalagi dalam kesempatan itu kita dapat melakukan reuni keluarga dimana anggota keluarga bisa berkumpul setidaknya setahun sekali. Ini kesempatan yang baik untuk menghormati orang tua dan saling hormat antar anggota keluarga.
Namun sebaiknya kita juga mendahulukan dan memuliakan Tuhan Yesus Kristus dan meninggalkan hal-hal yang tidak memuliakan nama-Nya. Hal-hal yang bersifat budaya religi tidak perlu kita ikuti. Memakai pakaian berwarna merah tidak ada salahnya selama kita memandangnya sebagai warna ungkapan keceriaan tapi janganlah kita menganggap bahwa warna itu menunjukkan kebahagiaan/hokkie seakan-akan memakai warna lainnya tidak hokkie. Pemberian Angpao dengan bungkus merah bukanlah sekedar tanda cinta kasih kepada sesama tetapi ritual itu menggambarkan usaha menyuap para dewa agar tidak mengucapkan kata-kata jahat ketika menghadap langit. Cina kasih kepada sesama harus ditunjukkan sehari-hari karena orang-orang yang berkekurangan selama berada disekitar kita sepanjang tahun.
Ada gereja yang mengundang pertunjukkan ‘Barongsai’ agar masuk ke gedung gereja atau rumah-rumah di hari Imlek/Sincia, ini adalah perilaku yang menyesatkan, sebab Barongsai itu biasa disimpan di klenteng/vihara dengan sajian dupa dan tujuannya untuk mengusir roh-roh kegelapan di dalam ruangan (peragaan Liong/Naga dimaksud sebagai usaha pengusiran roh-roh kegelapan dalam skala kota). Memasukkan Barongsai ke dalam gedung gereja menimbulkan pertanyaan: “Roh/roh siapa/apa mengusir Roh/roh siapa/apa?”
Meja sembahyang bukanlah mesbah yang diperkenan Tuhan karena itu kita harus menghindarinya, karena upacara penyembahan depan mesbah menunjukkan bahwa kita masih memperhambakan diri kepada roh nenek-moyang dan roh diudara, demikian juga sajian hewan jelas mendukakan Yesus yang telah menebus dosa kita di kayu salib seakan-akan darah Yesus perlu ditambah dengan darah sajian lainnya.
Dari beberapa kata akhir ini dalam menyambut Imlek/Sincia tahun lunar 2562 ini setidaknya kita bisa lebih berhati-hati agar iman kita tidak terbelah melainkan menjadi kesaksian bagi keluarga terutama orang tua mengenai kehidupan keluarga kristen yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus.

A m i n !


Sumber : yabina.org

0 komentar:

Posting Komentar