Syalom......

Persekutuan Eklesia ini didirikan atas dasar kerinduan dari umat-umat Allah yang rindu untuk menyatakan kasih kristus melalui sebuah persekutuan yang terus membangun iman, saling menguatkan dan saling mengingatkan untuk hidup sesuai dengan Firman Allah terlebih lagi untuk menyembah dalam Roh dan Kebenaran.

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes 4 : 23 – 24)

Jumat, 27 Agustus 2010

Kesaksian Rahib Budha dari Negeri Myanmar

Kesaksian yang luar biasa dari seorang Rahib Budha di Myanmar ( Burma) yang hidup kembali menjadi seorang yang diubahkan.

Tahun - tahun awalku


Halo, nama saya Athet Pyan Shinthaw Paulu. Saya dari negara Myanmar. Saya ingin berbagi dengan anda kesaksian saya ini tentang apa yang terjadi pada saya, tetapi sebelumnya saya ingin menceritakan sedikit latar belakang saya sejak saya kecil. Saya dilahirkan tahun 1958 di kota Bogale, di daerah delta Irrawaddy Myanmar selatan (dahulu Burma). Orang tua saya penganut agama Budha yang beriman (taat) seperti kebanyakan orang di Myanmar , memanggil saya si Thitphin (yang artinya pohon).

Kehidupan di mana saya bertumbuh sangat sederhana.

Pada umur 13 tahun saya keluar sekolah dan mulai bekerja di perahu nelayan. Kami menangkap ikan juga udang di beberapa sungai besar dan kecil di daerah Irrawaddy. Pada umur 16 saya jadi pemimpin perahu.

Saat itu saya tinggal di utara pulau Mainmahlagyon (Mainmahlagyon artinya pulau wanita cantik), di bagian utara Bogale dimana saya dilahirkan. Tempat ini kira kira 100 mil barat daya Yangoon (Rangoon) ibu kota negara kami.

Suatu hari waktu saya berumur 17 tahun, kami menangkap banyak sekali ikan dalam jala kami. Saking banyaknya ikan yang kami tangkap, seekor buaya besar tertarik perhatiannya. Buaya itu mengikuti perahu kami dan mencoba menyerang kami. Kami jadi ketakutan sehingga dengan panik kami mendayung perahu kami menuju tepian sungai secepatnya. Buaya itu mengikuti kami dan menyerang perahu kami dengan ekornya.Walaupun tidak ada yang mati dalam kejadian ini, serangan itu mempengaruhi kehidupan saya. Saya tidak mau lagi menangkap ikan. Perahu kecil kami tenggelam kena serangan buaya itu. Malam itu kami pulang ke kampung naik perahu tumpangan. Tak lama sesudah itu, bos ayah saya memindahkan ayah saya ke kota Yangoon (sebelum disebut Rangoon).

Pada umur 18 saya dikirim kesebuah biara menjadi Rahib muda. Kebanyakan orang tua di Myanmar berusaha mengirimkan anak laki-laki mereka ke biara Budha, setidaknya satu kali, karena merupakan suatu kehormatan mempunyai anak laki-laki melayani dengan cara ini. Kami telah mengikuti adat ini ratusan tahun.

Seorang murid yang bersemangat

Pada saat saya mencapai umur 19 tahun 3 bulan (tahun 1977) saya jadi Rahib. Rahib atasan saya di biara itu memberi saya sebuah nama Budha baru yang sudah menjadi adat/kebiasaan di negara saya. Saya dipanggil U Nata Pannita Ashinthuriya. Pada waktu kami menjadi Rahib kami tidak lagi menggunakan nama yang diberikan orang tua pada waktu lahir. Biara tempat saya tinggal disebut Mandlay Kyaikasan Kyaing . Nama Rahib kepala ialah U Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (U Zadila adalah gelar). Dia Rahib yang sangat terkenal di seluruh Myanmar pada waktu itu. Setiap orang tahu siapa dia.

Dia sangat dihargai oleh orang-orang dan disegani sebagai guru besar. Saya katakan dulu karena pada tahun 1983 dia tiba-tiba mati dalam kecelakaan mobil yang fatal. Kematiannya mengejutkan semua orang. Saat itu saya sudah 6 tahun jadi Rahib. Saya berusaha jadi Rahib terbaik dan mengikuti semua ajaran Budha. Pada suatu tingkat tertentu saya pindah ke sebuah kuburan yang kemudian saya tinggali dan bermeditasi secara kontinyu. Beberapa Rahib yang sungguh-sungguh mengikuti kebenaran Budha melakukan hal yang saya lakukan ini. Beberapa bahkan pindah ke hutan dimana mereka hidup menyangkal diri dan miskin. Saya cari penyangkalan diri, fikiran dan keinginan, untuk menghindari penyakit dan penderitaan dan membebaskan diri dari kehidupan duniawi.

Di kuburan saya tidak takut setan, saya berusaha untuk mencapai kadamaian batin dan sadar diri sampai sampai bila ada nyamuk hinggap ditangan saya membiarkannya menggigit tangan saya dari pada mengusirnya.

Bertahun-tahun saya berusaha untuk jadi Rahib terbaik dan tidak menyakiti mahluk hidup. Saya belajar pelajaran Budha suci ini seperti semua nenek moyang kami lakukan sebelum saya. Kehidupan saya sebagai Rahib berjalan terus sampai suatu waktu saya menderita sakit keras. Saya ada di Mandalay waktu itu dan harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan. Dokter melakukan beberapa pengecekan pada saya dan memberitahu saya bahwa saya terjangkit penyakit kuning dan malaria bersamaan. Sesudah sebulan di rumah sakit saya malah makin gawat. Dokter memberi tahu saya bahwa tak ada harapan sembuh untuk saya dan mengeluarkan saya dari rumah sakit untuk mempersiapkan kematian.

Inilah penjelasan singkat masa lalu saya. Sekarang saya ingin menceritakan beberapa hal luar biasa yang terjadi pada diri saya sesudahnya.

Penglihatan Yang Mengubah Hidup Saya Selamanya

Sesudah saya dikeluarkan dari rumah sakit saya kembali ke tempat di mana para Rahib yang lain mengurus saya.

Saya makin hari makin lemah dan makin susut karena badan busuk dan bau kematian, dan akhrinya jantung saya berhenti berdenyut. Tubuh saya dipersiapkan untuk kremasi dan melalui tata cara pemurnian agama Budha.

Walaupun tubuh saya mati tapi saya ingat dan sadar dalam fikiran dan roh saya. Saya ada dalam badai besar. Angin kencang meniup seluruh daratan sampai tidak ada pohon atau apapun yang berdiri, semua rata, saya berjalan sangat cepat di jalan rata itu untuk beberapa lama. Tak ada orang lain, hanya saya sendiri, kemudian saya menyeberang sebuah sungai. Di seberang sungai itu saya melihat danau api yang sangat sangat besar. Dalam agama Budha kami tidak ada gambaran tempat seperti ini. Pada mulanya saya bingung dan tak tahu bahwa itu adalah neraka sampai saya lihat Yama, raja neraka (Yama adalah nama untuk raja neraka dalam kebudayaan Asia) mukanya seperti singa, badannya seperti singa , tetapi kakinya seperti seekor naga (roh naga). Dia mempunyai beberapa tanduk di kepalanya. Wajahnya sangat mengerikan dan saya sangat ketakutan. Dengan gemetar, saya tanya namanya.

Dia jawab " Saya adalah raja neraka, si Perusak!"
Danau Api Yang Sangat Mengerikan

Raja neraka memberi tahu saya untuk melihat ke danau api itu. Saya memandang dan melihat jubah warna kunyit yang biasa dipakai rahib Budha di Myanmar. Saya memandang dan melihat kepala gundul seorang laki-laki.

Waktu saya lihat wajah orang itu saya mengenalinya sebagai U Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (rahib terkenal yang mati kecelakaan mobil tahun 1983). Saya tanya raja neraka mengapa pemimpin saya, diikat dalam danau penyiksaan ini.

Saya tanya " Mengapa dia ada dalam danau api ini? Dia seorang guru yang baik. "

Dia bahkan mempunyai kaset pengajaran yang berjudul 'Apakah anda manusia atau anjing?'

Yang sudah membantu ribuan orang mengerti bahwa sebagai manusia sangat berharga jauh dibandingkan binatang.

Raja neraka itu menjawab, "Betul, dia seorang guru yang baik, tetapi dia tidak percaya pada Yesus Kristus... Itulah sebabnya dia ada di neraka. "

Saya diberi tahu untuk melihat orang lain yang ada di dalam api itu. Saya lihat seorang laki-laki dengan rambut panjang dililitkan dibagian kiri kepalanya. Dia juga mengenakan jubah.

Saya tanya raja neraka "Siapa orang itu?"


Dia menjawab, " Inilah yang kau sembah, Gautama(Budha)".


Saya sangat terganggu melihat Gautama di neraka.

Saya protes, " Gautama orang baik, mempunyai karakter moral yang baik, mengapa dia menderita di dalam danau api ini?"

Raja neraka menjawab saya "Tak peduli bagaimana baiknya dia. Ia ada di tempat ini karena dia tidak percaya pada Allah yang kekal"


Saya kemudian melihat seorang yang lain yang tampaknya memakai seragam tentara. Dia terluka di dada-nya.

Saya tanya " Siapa dia?"


Raja neraka berkata "Ini Aung San, pemimpin revolusi Myanmar ".

Saya kemudian diberi tahu, "Aung San di sini karena dia menyiksa dan membunuh orang-orang Kristen, tapi terutama karena dia tidak percaya Yesus Kristus."


Di Myanmar ada pepatah, "Tentara tak pernah mati, hidup terus."


Saya diberitahu bahwa tentara neraka mempunyai pepatah "Tentara tak pernah mati, tapi ke neraka selamanya.."
Saya amati dan melihat orang lain didanau api itu. Dia orang yang sangat tinggi dan memakai baju baja militer. Dia juga menyandang pedang dan perisai. Orang ini terluka di dahinya. Orang ini lebih tinggi dari siapapun yang pernah saya lihat. Dia enam kali panjang jarak siku sampai ujung jarinya waktu dia luruskan kedua lengannya , ditambah satu jengkal waktu dia rentangkan tangannya. Raja neraka itu berkata orang ini namanya Goliath. Dia di neraka karena dia menghina Allah yang kekal dan hambanya Daud. Saya bingung karena saya tidak tahu siapa itu Goliath dan Daud.

Raja neraka berkata, "Goliath tercatat di Alkitab orang Kristen.. Kamu tidak tahu dia sekarang, tapi kalau kamu jadi Kristen, kamu akan tahu siapa dia. "
Saya dibawa ke sebuah tempat di mana saya lihat orang kaya dan miskin menyiapkan makan malam mereka.

Saya tanya " Siapa yang memasak makanan untuk orang-orang itu?"


Raja itu menjawab "Yang miskin harus menyiapkan makanan mereka, tapi yang kaya menyuruh yang lain untuk memasak untuk mereka."

Ketika makanan sudah tersedia untuk yang kaya, mereka duduk untuk makan. Segera setelah mereka mulai makan asap tebal keluar. Yang kaya makan secepat sebisa mereka agar mereka tidak pingsan. Mereka berusaha keras untuk dapat bernafas karena asap itu. Mereka harus makan cepat-cepat karena mereka takut kehilangan uang mereka. Uang mereka adalah tuhan mereka.

Seorang raja yang lain kemudian datang pada saya. Saya juga melihat satu mahluk yang kerjanya menjaga api di bawah danau api agar tetap panas.

Mahluk ini bertanya pada saya "Apa kamu juga akan masuk ke danau api ini? "


Saya jawab, " Tidak! saya di sini untuk hanya mengamati!"

Bentuk mahluk yang menjaga api itu sangat menakutkan. Dia punya 10 tanduk dikepalanya dan sebatang tombak di tangannya yang pada ujungnya ada 7 pisau tajam.

Mahluk ini berkata "Kamu betul, kamu datang ke sini hanya untuk mengamati. Saya tak temukan namamu disini".


Katanya "Kamu harus kembali dari mana kamu datang tadi"

Dia menunjukan arah pada saya tempat terpencil rata yang saya lewati sebelumnya waktu datang ke danau api ini.

Keputusan Untuk Memilih Jalan

Saya jalan cukup lama, sampai saya berdarah. Saya sangat kepanasan dan kesakitan. Akhirnya setelah berjalan sekitar 3 jam saya sampai di sebuah jalan yang lebar. Saya berjalan sepanjang jalan ini beberapa lama sampai menemukan persimpangan. Satu jalan arah kiri, lebar. Jalan yang lebih kecil menuju ke sebelah kanan. Ada tanda disimpang itu yang berbunyi jalan kiri untuk mereka yang tidak percaya pada Tuhan Yesus Kristus, jalan yang lebih kecil menuju ke kanan untuk yang percaya Yesus.

Saya tertarik melihat ke mana tujuan jalan yang lebih besar itu, jadi saya mulai melaluinya. Ada 2 orang berjalan kira-kira 300 yard di depan saya. Saya coba mengejar mereka agar dapat jalan bersama, tetapi sekerasnya saya coba tak dapat mengejar mereka, jadi saya putar balik dan kembali ke simpang jalan tadi.

Saya terus perhatikan kedua orang yang berjalan tadi. Waktu mereka mencapai ujung jalan tiba-tiba mereka ditikam. Kedua orang itu berteriak sangat kesakitan.

Saya juga menjerit keras waktu melihat apa yang terjadi pada mereka Saya sadar akhir dari jalan yang lebih lebar sangat berbahaya untuk mereka yang menjalaninya.

Melihat Surga

Saya mulai melangkah ke jalan Orang Percaya. Sesudah berjalan sekitar 1 jam, permukaan jalan berubah jadi emas murni. Sungguh murni sampai-sampai waktu saya lihat kebawah saya dapat melihat bayangan saya dengan sempurna.

Kemudian saya lihat seseorang berdiri di depan saya. Dia memakai jubah putih. Saya juga mendengar nyanyian merdu.

Oh, alangkah indah dan murninya!

Sangat jauh lebih baik dan berarti dibandingkan penyembahan yang kita dengar di gereja manapun di dunia. Orang berjubah tersebut meminta saya berjalan bersamanya.

Saya bertanya padanya, "Siapakah namamu?" tetapi dia tidak menjawabnya.
Baru sesudah saya tanya dia 6 kali orang itu menjawab, "Saya yang memegang kunci ke surga. Surga tempat yang sangat sangat indah. Kamu tak dapat pergi ke sana sekarang tetapi kalau kamu mengikuti Yesus Kristus kamu dapat pergi ke sana sesudah hidupmu selesai di bumi".
Orang itu bernama Petrus. Petrus kemudian meminta saya untuk duduk dan menunjukkan pada saya sebuah tempat di sebelah utara. Petrus berkata, "Lihat ke utara dan lihatlah Allah menciptakan manusia".


Saya melihat Allah kekal di kejauhan. Allah berkata pada seorang malaikat, "Mari kita ciptakan manusia."


Malaikat itu memohon pada Allah dan berkata, " Jangan menciptakan manusia. Dia akan berbuat dosa dan mendukakan Engkau." (dalam bahasa asli Burma berarti: "Dia akan mempermalukan Engkau")

Tetapi Allah tetap menciptakan manusia. Allah meniupkan nafasNya dan manusia itu hidup. Dia memberi nama orang itu "Adam". (catatan: agama Budha tidak percaya penciptaan dunia atau manusia sehingga pengalaman ini sangat besar pengaruhnya pada rahib itu).

Dikembalikan Dengan Nama Baru

Kemudian Petrus berkata, "Sekarang bangunlah dan kembalilah melalui jalan di mana engkau datang. Katakan pada orang-orang yang menyembah Budha dan menyembah berhala. Beri tahu mereka bahwa mereka akan pergi ke neraka bila mereka tidak berubah. Mereka yang membangun kuil/kelenteng dan berhala juga akan ke neraka. Mereka yang yang memberikan persembahan pada para rahib untuk mendapatkan jasa untuk mereka sendiri juga akan ke neraka. Mereka yang menyembah rahib dan memanggil mereka "Pra" (gelar kehormatan bagi rahib) akan ke neraka. Mereka yang menyanyi dan memberikan hidupnya untuk berhala akan ke neraka. Mereka yang tidak percaya Yesus Kristus akan ke neraka."
Petrus memberi tahu saya untuk kembali ke bumi dan bersaksi tentang semua apa yang telah saya lihat. Dia juga berkata, " Kamu harus bicara dengan nama yang baru. Sejak saat ini kamu harus dipanggil Athet Pyan Shinthaw Paulu (Paulus yang kembali hidup)."

Saya tidak mau kembali. Saya ingin tinggal di surga. Seorang kemudian malaikat membuka sebuah buku. Pertama-tama mereka mencari nama masa kecilku (Thitpin) dalam buku, tapi mereka tak menemukannya. Kemudian mereka mencari nama yang diberikan pada saya waktu masuk agama Budha (U Nata Pannita Ashinthuriya) , tapi juga tidak tertulis disitu.

Kemudian Petrus berkata, "Namamu tidak tertulis di sini, kamu harus kembali dan bersaksi tentang Yesus pada orang-orang yang beragama Budha. "


Saya berjalan kembali melalui jalan emas. Saya dengar lagi nyanyian yang merdu, yang tak pernah saya dengar sebelumnya. Petrus berjalan dengan saya sampai saatnya saya kembali ke bumi. Dia menunjukkan pada saya tangga untuk kembali ke bumi antara surga dan langit. Tangga itu tidak sampai ke bumi, tetapi berhenti di udara.

Pada saat di tangga saya lihat banyak sekali malaikat, ada yang naik ke surga dan ada yang turun ke tangga. Mereka sangat sibuk. Saya tanya Petrus, " Siapakah mereka?".


Petrus menjawab, "Mereka pesuruh Tuhan. Mereka melaporkan ke surga nama-nama mereka yang percaya Yesus Kristus dan nama-nama mereka yang tidak percaya. "


Petrus kemudian memberi tahu saya, sudah waktunya untuk kembali.

Hantu!
Tiba-tiba saya mendengar sebuah tangisan. Saya dengar ibu saya sedang menangis, " Anakku, mengapa engkau meninggalkan kami sekarang?"


Saya juga mendengar orang-orang lain menangis. Saya kemudian sadar saya sedang terbujur dalam sebuah peti. Saya mulai bergerak.
Ibu dan ayahku berteriak, "Dia hidup, dia hidup!"


Orang lain yang agak jauh tidak percaya. Kemudian saya taruh tangan saya di kedua sisi peti itu dan duduk tegak. Banyak orang ketakutan. Mereka menjerit, "Hantu!" dan berlari secepat kaki mereka membawanya.

Mereka yang tertinggal, diam dan bergemetaran.

Saya merasakan saya sedang duduk dalam cairan yang tak sedap baunya, cairan tubuh, cukup banyak untuk dapat mengisi 3,5 gelas. Itu adalah cairan yang keluar dari perut dan bagian dalam tubuhku ketika tubuhku terbujur di dalam peti mati. Inilah sebabnya orang tahu bahwa saya sudah betul-betul mati. Di dalam peti mati ini ada semacam lembaran plastik yang ditempelkan pada kayu peti. Lembaran plastik ini untuk menampung cairan yang keluar dari mayat, karena tubuh orang meninggal banyak mengeluarkan cairan seperti yang saya alami.

Saya diberi tahu kemudian bahwa hanya beberapa saat lagi saya dikremasi dalam api. Di Myanmar orang mati dimasukan kedalam peti mati, tutupnya kemudian dipaku, dan kemudian dibakar. Ketika saya kembali hidup, ibu dan ayahku sedang melihat tubuhku untuk terakhir kalinya. Sesaat lagi tutup peti akan segera dipaku dan saya akan dikremasikan. Saya segera mulai menjelaskan hal-hal yang saya lihat dan dengar. Orang-orang merasa heran.

Saya ceritakan orang-orang yang saya lihat di dalam danau api itu, dan memberi tahu hanya orang Kristen yang tahu kebenaran, bahwa nenek moyang kita dan kita sudah tertipu ribuan tahun! Saya beri tahu mereka segala sesuatu yang kita percayai adalah kebohongan.
Orang-orang merasa heran sebab mereka tahu rahib macam apa saya dan bagaimana bersemangatnya saya dalam pengajaran Budha. Di Myanmar ketika seseorang meninggal, namanya dan umurnya ditulis disamping peti mati. Ketika seorang rahib meninggal, namanya, umurnya dan masa pelayanannya sebagai rahib dituliskan di samping peti mati. Saya sudah ditulis mati tetapi seperti yang anda lihat, sekarang saya hidup!

Penutup
Sejak "Paul yang kembali hidup" mengalami kisah di atas dia tetap menjadi saksi yang setia kepada Yesus Kristus. Para Gembala di Burma mengabarkan bahwa dia sudah membawa ratusan rahib lain untuk beriman kepada Yesus.Kesaksiannya jelas sekali tak berkompromi. Oleh sebab itu, pesan dia telah menyakitkan banyak orang yang tidak dapat menerima hanya ada satu jalan ke surga, Yesus Kristus.

Walaupun menghadapi penolakan yang sangat besar, pengalamannya sungguh nyata sehingga ia tak pernah ragu maupun bimbang. Setelah sekian tahun dalam lingkungan biara Budha, sebagai pengikut ajaran Budha yang setia, beralih menyatakan Injil Kristus sesudah kebangkitannya dari mati dan mendesak rahib yang lain untuk meninggalkan semua dewa-dewa palsu dan menjadi pengikut Yesus dengan sepenuh hati. Sebelum sakit dan matinya dia tidak punya pengetahuan sedikitpun tentang ke-Kristenan. Semua yang dia dapatkan selama 3 hari dalam kematian adalah baru dalam fikirannya.. Dalam mengabarkan pesannya sebanyak mungkin pada orang-orang.

Lazarus modern ini mulai membagikan audio dan video kaset mengenai kisahnya. Polisi serta pihak berwenang di Myanmar sudah berusaha sekuatnya untuk mengumpulkan kaset-kaset ini dan memusnahkannya.

Kesaksian yang baru saja Anda baca adalah salah satu terjemahan dari kaset itu. Kami diberi tahu bahwa sekarang sangat berbahaya bagi warga Myanmar untuk memiliki kaset ini. Kesaksiannya yang tak kenal takut telah membuatnya dipenjara, di mana yang berwenang telah gagal menawarkan dia untuk bungkam. Sesudah dilepaskan dia terus bersaksi tentang apa yang dia lihat dan dengar.

Keberadaannya sekarang tidak jelas. Seorang nara sumber di Burma mengatakan bahwa dia di penjara dan bahkan mungkin sudah dibunuh, sumber lain mengabarkan bahwa dia sudah dilepaskan dari penjara dan sedang meneruskan pelayanannya.. 
 
(Kesaksian ini dikirim oleh Ibu Debbie Kusuma - red)

(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Kamis, 26 Agustus 2010

Hati-hati buat yang doyan Kwamia (Ramal Nasib) !

Pengakuan Harun Jusuf, Mantan Tukang Kwamia
Harun Jusuf, mantan tukang mantan tukang kwamia yang namanya pernah sangat ngetop di kalangan etnis Tionghoa ini, berpenampilan sederhana. Ditemani Acu, istrinya, Harun Yusuf menjawab serta membuka semua rahasia kwamia secara blak-blakan. Iapun mengaku sedang menyiapkan sebuah tulisan untuk diterbitkan menjadi sebuah buku mengenai perjalanan hidupnya dari Tukang Kwamia menjadi Anak Tuhan Yesus.
TANYA: Bapak sangat dikenal sebagai tukang kwamia di kalangan etnis Tionghoa. Apa yang Bapak lakukan setiap kali pasien datang?

JAWAB: Begini. Tak semua pasien yang datang diterima. Tetapi, harus saya uji dulu. Maksudnya ialah saya tanyakan tanggal lahirnya lengkap dengan jam kelahirannya. Lalu di daftar, tunggu, antri dan jam berapa bisa diterima.

TANYA: Maksud Bapak?

JAWAB: Dari tanggal lahirnya, kita harus bikin Pek Jie. Pek Jie ialah sebuah daftar di mana kita dapat menghitung dengan mengutak atik angka berdasarkan tanggal lahir sehingga menghasilkan sebuah angka. Jam, tanggal, bulan, tahun kelahiran diterjemahkan dalam dua huruf. Angka ini disebut Bintang ("Xing"). Nah, dari sinilah nasib manusia berjalan sesuai dengan apa yang sudah ditentukan oleh Pek Jie.

TANYA: Dan, ternyata memang tepat?

JAWAB: Saya jamin 90% tepat, karena memang sudah diuji. Jadi, saya menerima pasien tak sembarangan. Jika menurut perhitungan berdasarkan masa lalunya, kapan menikahnya, kapan punya anaknya, sudah 90 % tepat barulah saya jadikan pasien. Tetapi, kalau kurang dari segitu tak mau saya jadikan pasien. Bisa saja saya katakan bahwa tanggal lahir yang diberikan kepada saya itu salah tanggalnya, karena orang tuanya memang salah mencatatnya.

TANYA: Benarkah seseorang yang datang minta dikwamia, rohnya sudah dikuasai terlebih dulu ?

JAWAB: Ya, benar. Rohnya sudah berada di dalam cengkeraman roh yang saya pelihara. Sejak itu roh pasien harus tunduk pada roh saya apapun yang saya perintahkan. Misalnya saya ramalkan bahwa orang itu akan bercerai, maka rohnya tunduk 100% dan dia pasti akan bercerai! Padahal sebenarnya belum tentu ia akan bercerai. Roh kamilah yang justru menakdirkan, merencanakan semuanya itu. Ini, yang saya pikir paling tepat. Makanya, tukang kwamia yang makin jitu, makin berbahaya, berarti yang dipeliharanya makin hebat. Bekingnya makin hebat.

TANYA: Kalau begitu, kutukan itu datangnya justru dari si tukang kwamia kepada si pasien?

JAWAB: Ya, betul, secara tak sadar, ya! Saya dipakai oleh roh yang ada dalam diri saya untuk mengutuk manusia atau pasien yang datang! Dengan begitu setiap pasien berada dalam cengkraman kami. Melalui mulut kami, tukang kwamia keluar kutukan-kutukan yang harus dijalankan secara tak sadar oleh si roh pasien itu. Misalnya, jika dikutuk bahwa tahun depan ia akan disikat orang perusahaannya, biar bagaimana hati-hatipun perusahaannya pasti akan disikat orang lain. Mengapa? Karena rohnya sudah sepenuhnya tunduk kepada roh kami si tukang kwamia!

TANYA: Bagaimana pandangan Bapak jika ada orang Kristen yang masih datang untuk dikwamia atau diramalkan kehidupannya?

JAWAB: Orang Kristen yang pergi ke tukang kwamia? Oh, banyak. Banyak sekali. Dulu, sebelum saya bertobat, sudah bukan rahasia lagi jika diantara sekian banyak pasien saya, banyak yang beragama Kristen. Cuma, setelah saya bertobat, saya ingin memberitahukan kepada mereka untuk menghentikan hal tersebut. Sebab, jika masih tetap percaya atau pergi ke tukang kwamia, nasib mereka sudah tak ada ditangan Tuhan lagi. Ia harus tunduk atau menuruti kepada ramalan-ramalan yang dia pegang. Setelah saya bertobat, saya membaca Firman Tuhan dalam Roma 6 : 16 . Kepada siapa kita taat, kita menjadi hambanya. Nah, jika orang Kristen masih pergi dan percaya kepada tukang kwamia, ia menjadi hamba dari roh tukang kwamia. Menjadi hamba roh tukang kwamia, pasti ada imbalan atau tumbal yang harus dibayar. Ingin diramal baik, sudah tentu tak gratis. Jadi, harus ada bayarannya dan bayarannya mahal yaitu nyawa salah seorang keluarga kita. Seperti yang dulu pernah saya alami. Dua orang anak saya meninggal dunia.

TANYA: Jadi, tumbal adalah suatu keharusan jika kita meminta sesuatu kepada tukang kwamia?

JAWAB: Di dunia mana ada yang gratis, kecuali ASI, air susu ibu yang kita minum. Kita pinjam uang kepada bank. Tak mungkin bank memberi secara gratis. Kita harus membayar bunganya, bukan? Kita pinjam uang sama teman. Namanya hutang, bukan? Kecuali dari orangtua kita. Di alam roh juga begitu. Harus ada harga yang harus dibayar. Karena itu, jika memperoleh hasil, maka hasil itu harus jelas, apakah dari Tuhan atau bukan. Jika dari Tuhan, maka Ia akan memberi tanpa imbalan. Gratis! Misalnya Ia menciptakan matahari. Orang jahatpun bisa menikmati sinar matahari. Begitu pula dengan air. Air, Tuhan berikan secara gratis. Kalau kita harus membeli air, itu karena kita harus membayar ongkos pembuatan air. Airnya kan gratis.

TANYA: Menurut orang Tionghoa yang kokoh memegang tradisi lamanya, peranan Shio sangat penting dalam perjalanan hidupnya. Bagaimana sebenarnya hal itu?

JAWAB: Karena tradisi yang turun-temurun, watak manusia sudah tak berfungsi sebagai watak manusia yang sebenarnya. Sifat dan watak manusia sudah seperti berubah menjadi sifat dan watak binatang. Hal ini terjadi karena sejak zaman dulu, orang Timur sudah ditaklukan oleh gambaran hewan dalam Shio-shio itu. Mau tahu artinya Shio? Shio artinya persis atau sama dengan! Siapa yang bisa mengutuki anak kita, kalau bukan orang tuanya? Melalui shio itu akhirnya kuasa jahat itu, memakai mulut orangtua supaya mengutuki anaknya!

TANYA: Jadi, kalau begitu tak ada shio yang baik?

JAWAB: Mana ada ! Nasib binatang mana ada yang bagus.  
               Kelinci artinya playboy. Rumah tangga bakal hancur.  
               Naga, artinya kesombongan
               Ular artinya licik.  
               Tikus merusak, 
               Kerbau bodoh, 
               Macan sadis atau buas, 
               Kuda diperbudak atau ditunggangi orang. 
               Kambing, kebangetan atau "awban" atau berjiwa pemberontak, 
               Monyet nakal. Apa saja berani dia coba.  
               Ayam jadi santapan orang banyak, 
               Anjing tak bisa membedakan. Jika dipelihara perampok, dia akan 
               membela perampok atau majikannya saat melawan polisi. Tak 
               mungkin dia membela polisi saat itu, bukan?  
               Babi? Huh! Dia kan binatang jorok. Selalu kembali ke tempat yang 
               kotor dan nasibnya selalu berakhir ditempat pembantaian.

TANYA: Kalau dengan horoskop?

JAWAB: Nah, di dunia Barat, dikutuki melalui horoskop yang mengambil sifat-sifat binatang. Manusia sudah berada dalam perangkap iblis dan iblis sudah berkeliaran di dunia ini dan mempengaruhi manusia agar jiwanya tidak seperti manusia melainkan berjiwa dan bersifat seperti binatang. Ajaran manusia membunuh, merampok, memperkosa. Kita lihat anak membunuh orang tuanya, ayah memperkosa anaknya, jiwanya sudah seperti binatang.

(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Kesaksian dari Pemeran Yesus di film The Passion

THE PASSION OF JIM CAVIEZEL

Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film “The Passion Of Jesus Christ”. Ini Kesaksiannya,…

JIM CAVIEZEL ADALAH SEORANG AKTOR BIASA DENGAN PERAN-PERAN KECIL DALAM FILM-FILM YANG JUGA TIDAK BESAR. PERAN TERBAIK YANG PERNAH DIMILIKINYA (SEBELUM THE PASSION) ADALAH SEBUAH FILM PERANG YANG BERJUDUL “THE THIN RED LINE”. ITUPUN HANYA SALAH SATU PERAN DARI BEGITU BANYAK AKTOR BESAR YANG BERPERAN DALAM FILM KOLOSAL ITU.

Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya.
Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

“Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda."

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, “Hallo ini, Mel”. Kata suara dari telpon tersebut. “Mel siapa?”, Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film-film lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood. Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. “Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?”
Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di “Thin Red Line”.
Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini!

Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini.

Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya.

Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.

Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya.

Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan.

Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga.

Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu.

Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini.

Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm.

Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan. Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyekit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan ke adegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa.
Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia.

Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar.

Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak “dia sadar! dia sadar!”.

“Apa yang telah terjadi?” Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.

Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, “Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan”? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.

Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa.

Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.


(Artikel dikirim oleh Debbie Kusumah)
(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Kesaksian Jujuk Srimulat

Jujuk Srimulat
Panggilan Tuhan Membuatnya takut mati

Bagi penggemar panggung komedi di tahun 80-an, pasti mengenal sosok wanita yang satu ini. Dulu, bersama Gepeng, Asmuni, Timbul, dan Tarzan, ia sering tampil di berbagai acara panggung. Nama itu terus berkibar, setelah dirinya sering didaulat berperan sebagai seorang juragan atau boss dalam setiap lakon, baik itu di televisi maupun panggung-panggung terbuka, seperti di kota Surabaya, Solo, dan Jakarta.

Nama wanita itu adalah Jujuk. Lalu apa sebenarnya yang menarik dari komedian yang satu ini? Istri tercinta pencetus sekaligus pimpinan teras Srimulat Teguh tersebut, pada tahun 2003 lalu memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus. Banyak orang mengenalnya, tetapi sedikit yang tahu kalau dirinya sekarang jadi kristen. Kepada GAHARU wanita yang selalu tampil ayu bak putri Solo ini berkisah dan menuturkan bagaimana proses pengenalannya terhadap Kristus.

Eksistensi Srimulat dalam perjalanannya memang mengalami pasang surut, bahkan sempat vakum dalam kurun waktu yanhg cukup lama. Kehadirannya kembali berkibar sekitar tahun 90-an, ketika salah satu stasiun televisi swasta mengontrak grup ini dalam acara panggung srimulat di indosiar. Sepeninggal Teguh yang dipanggil Tuhan beberapa tahun silam, jujuk memutuskan menikah kembali dengan seorang perjaka. "Maaf namanya tak usah disebut ya," pintanya sambil tersenyum. Dalam pernikahan yang diharapkan akan menuai kebahagian, seperti yang direguknya bersama Teguh dulu, ternyata jauh panggang dari api. Malah sering terjadi kesalahpahaman yang ujung-ujungnya terjadi pertengkaran. "Rumah tangga saya bagaikan neraka," tandasnya.

Dengan berbagai persoalan yang begitu pelik itulah membuat fisik dan mental ibu empat orang anak ini lemah. "Saya tertekan, bahkan tak kuasa menahannya. Kejadian ini saya rasakan saat manggung bareng bersama pelantun tembang-tembang campur sari, Didik Kempot. Sampai dirumah tubuh saya limbung dan gelap sekali. Saya benar-benar rapuh. Dalam kegelapan itu saya mencoba memanjatkan doa permohonan sesuai dengan kepercayaan saya dulu. Tiba-tiba saya mendengar panggilan dalam bahasa jawa "Muliho-muliho" artinya pulanglah-pulanglah. Mendengar panggilan itu saya ketakutan luar biasa. Sebab yang saya pahami dari nenek moyang saya dulu, pulang itu bisa berarti dipanggil Tuhan alias meninggal. Inilah yang membuat saya takut luar biasa. Jujur saja saya belum siap kalau Tuhan panggil. Maka secara spontan saya mengajukan permohonan kepada Tuhan, jangan Kau panggil saya sekarang Tuhan, karena saya belum siap mati. Tetapi suara itu tetap terdengar bahkan sampai tiga kali. Nah pada panggilan ketiga, suara itu menambahkan supaya saya pulang dengan membawa semua barang-barang saya yang ketika itu dikuasai oleh suami kedua saya ini. Disinilah saya meyakini bahwa panggilan pulang itu supaya saya kerumah dulu dan membawa barang-barang saya, Saya meyakini bahwa itu adalah suara Tuhan," jelasnya.

Minta didoakan
Dengan sisa tenaga yang masih ada, Jujuk segera pulang ke rumahnya. Seperti perintah yang diyakini sebagai suara Tuhan, ia mengambil dan membawa serta barang-barang berharga miliknya. "Sebenarnya barang-barang itu juga hasil jerih lelah saya selama ini. Saya semakin yakin itu suara Tuhan, seminggu setelah saya mendapatkan kabar ada masalah dengan orang yang bersengketa dengan saya. Dari situlah saya menyadari bahwa Tuhan itu memang baik. Karenanya saya minta keempat anak saya untuk mendoakan. Sebab mereka sudah terima Yesus terlebih dahulu. Awalnya mereka kaget. "Mama tahu kan apa doa saya?" tanya mereka. Lalu saya katakan saya tahu, tetapi tolong mama didoakan. Sewaktu didoakan itulah saya menangis sejadi-jadinya dan bicara tidak karuan. Sekarang saya baru tahu kalau yang saya alami itu adalah bahasa Roh. Saya mengerti apa yang saya katakan, tetapi anak-anak dan hamba Tuhan yang mendoakan waktu itu sama sekali tidak tahu apa maksud kata-kata saya itu. Sejak itulah, saya memutuskan untuk menerima Yesus, bahkan sekarang aktif di GBI Keluarga Allah Solo, dan pelayanan secara Oikumene," kisahnya.

Ternyata hanya di dalam namaNyalah ada kelegaan. Melalui peristiwa inilah segala beban berat yang ada dalam dirinya terangkat. Dan yang lebih dasyat lagi, Tuhan meminta untuk mengampuni orang yang bermasalah dengannya. "Jujur itu sangat berat, sebab orang seperti itu tak layak mendapat pengampunan. Selama satu tahun saya bergumul untuk bisa mengampuninya. Dan luar biasa akhirnya saya bisa melakukannya," ujarnya. Setelah menerima Yesus. Mujizat demi mujizat terjadi dalam hidup saya, "Rasanya saya sampai tidak bisa bercerita mukjizat yang saya alami satu persatu karena saking banyaknya, wis kalau mau tahu lebih banyak mujizat yang saya alami datang ke Solo saja nanti pasti saya akan bercerita banyak", tukasnya dengan gaya Srimulatnya.


(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Rabu, 25 Agustus 2010

Karena Kamu Kekurangan, Tuhan Memberi Lebih

Woo Kap Sun & Hee Ah Lee
(Curhat Ibunda Pianis "Empat Jari")

Membesarkan putri yang dikaruniai empat jari, bukan hal mudah bagi Woo Kap Sun (50). Namun, ketabahan dan kesabarannya, kini membuahkan hasil. Putrinya, Hee Ah Lee (21), tumbuh menjadi pianis kondang di Korea. Berikut penuturan Woo pada NOVA melalui penerjemah.

(Suara lengkingan tembang My Way milik Frank Sinatra bergema di lounge sebuah hotel berbintang di Jakarta. Suara itu diikuti dentingan piano yang dimainkan Hee Ah Lee. Jari-jari pianis berusia 21 tahun tersebut dengan lincah menekan tuts piano. Hebatnya, Hee Ah, sapaan akrabnya, melakukannya hanya dengan keempat jarinya!

Berbagai nomor dari pianis kondang seperti Chopin, Bethoven, dan Mozart telah dikuasainya. Pianis yang telah diangkat sebagai warga kehormatan Korea ini telah mengeluarkan satu album bertitel Hee Ah, A Pianist with Four Finger.

Dia juga pernah pentas bersama pianis kondang Richard Clayderman di Gedung Putih, Washington. Sabtu [31/3], Hee Ah menggelar konser di Jakarta dengan tema Sharing the Strength of Love, yang merupakan rangkaian turnya keliling Asia.)

Memiliki seorang anak adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku. Hari itu, 9 Juli 1985 di Seoul (Korea), aku melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Cantik bagiku tetapi tidak bagi keluargaku. Bayiku terlahir cacat. Dia hanya mempunyai empat jari tangan yang dalam istilah kedokteran disebut lobster claw syndrome dan kedua kakinya hanya sebatas lutut. Tak hanya itu, dia juga mengalami keterbelakangan mental.

Saat dia masih dalam kandungan, aku sudah tahu anakku akan terlahir cacat. Mungkin ini disebabkan selama mengandung aku banyak minum obat. Saat itu, keluarga besar melarang aku melahirkan anak itu. Aku tidak bisa. Bagaimana pun juga, ini anakku. Darah dagingku sendiri dan tidak mungkin aku gugurkan.

Aku pun melahirkan anak ini tanpa adanya dukungan dari keluarga. Saat anak ini lahir pun, keluarga menganggapnya suatu aib dan memintaku agar menyerahkan anak itu ke panti asuhan. Tetapi aku tetap mempertahankan bayi ini.

Aku menamakan buah hatiku Hee Ah Lee. Hee berarti sukacita dan Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh. Sedangkan Lee merupakan nama keluarga. Jadi, harapanku, Hee Ah Lee berarti sukacita yang terus tumbuh seperti tunas pohon.

DIDIDIK LIMA GURU
Saat umur Hee Ah menginjak tujuh tahun, tangannya masih belum bisa berfungsi. Memegang pensil pun tak bisa. Aku menggunakan piano kecil kami di rumah untuk melatih tangan Hee Ah. Tidak mudah mengajarinya main piano. (Kaki Hee Ah tak bisa menginjak pedal piano. Karena itu, pedal piano ditinggikan agar bisa diinjak.) Apalagi, bermain piano, kan, tidak hanya asal main. Ada nada-nada yang harus "dihitung-hitung". Padahal, Hee Ah tak bisa berhitung karena menderita keterbelakangan mental.

Aku membantu Hee Ah memindah-mindahkan tangannya dan memberi tahu perpindahan nada. Aku perlihatkan juga partiturnya. Saya perkenalkan nada-nada, do re mi..

Hee Ah juga didampingi guru. Jou Mi Kyung merupakan guru pertamanya. Dialah guru yang paling berkesan bagi aku dan Hee Ah. Guru inilah yang mengajari Hee Ah dasar-dasar bermain piano. Jou juga memperlakukan Hee Ah sebagai layaknya orang yang bermain dengan 10 jari. Tak hanya itu, Jou juga memberi sebuah grand piano pada Hee Ah. Aku dan Hee Ah tak bisa melupakan guru yang satu ini.

Guru kedua Hee Ah bernama Kim Kyung Ok. Kim yang seorang dosen di sebuah universitas yang mengajari nada-nada. Lalu, Han Je Hi merupakan guru ketiga Hee Ah. Dari Han, Hee Ah belajar bagaimana bermain piano dengan perasaan dan pikiran. Bermain piano bukan hanya berarti sentuhan jari saja melainkan juga harus dengan perasaan. Bagi orang yang mengerti permainan piano, lagu yang dimainkan dengan indah jika tidak dimainkan dengan perasaan, akan terdengar tidak indah.

Guru keempat Hee Ah adalah Lee Sin Hyang. Saat belajar bersama Lee, Hee Ah sudah dikenal masyarakat. Lewat Lee, Hee Ah belajar bernyanyi. (Saat manggung, Hee Ah kadang tak hanya bermain piano melainkan juga bernyanyi. Tak jarang, dia duet dengan artis lain.)

Guru kelimanya bernama Om Gi Hwan. Dia adalah seorang pencipta lagu dan hingga kini menjadi guru Hee. Ya, Hee Ah sekarang juga belajar bikin lagu. Berkat kelima gurunya itulah Hee Ah bisa menjadi seperti sekarang.

SEMPAT NGAMBEK MAIN PIANO
(Kehidupan Woo tak mudah. Selain mengurus Hee Ah, dia juga harus merawat suaminya yang veteran tentara Korea. Sebagian tubuh suaminya lumpuh karena terluka saat bertugas. Sejak berhenti dari dunia militer, suaminya didera penyakit yang mengharuskannya mengonsumsi berbagai obat-obatan penghilang rasa sakit.)

Aku bekerja sebagai perawat di rumah sakit tempat aku melahirkan Hee Ah. Di siang hari, aku merawat Hee Ah dan suami. Malamnya, aku berangkat bersama-sama Hee Ah ke rumah sakit. Saat aku bekerja, Hee Ah main piano di sampingku. Kebetulan, ada piano di rumah sakit itu. Hal ini berlangsung selama 10 tahun. Penghasilanku memang pas-pasan. Gajiku habis untuk beli obat buat suami dan bayar sopir. Sopir ini untuk mengajari Papa Hee Ah menyetir.

Papa Hee Ah memang ingin bisa menyetir agar bisa mengajari teman-temannya yang cacat seperti dirinya. Ya, meski papa Hee Ah setengah lumpuh, dia tetap berusaha beraktivitas seperti orang kebanyakan. Papa Hee Ah jago berenang dan main tenis meja, lo. Dia bahkan pernah dapat piagam penghargaan. Hee Ah pun kadang ikut papanya main tenis meja.

Belum selesai satu cobaan, cobaan lain datang. Aku ingat masa-masa dimana keluarga kami terkena sakit parah. Saat itu, Hee Ah berumur 14 tahun. Lutut Hee Ah luka dan terserang penyakit. Luka itu disebabkan Hee Ah terlalu sering berjalan dengan lutut. Maklum, Hee Ah yang tak punya kaki harus berjalan menggunakan lututnya. Hee ah masuk rumah sakit. Dia harus dioperasi.

Saat Hee Ah sedang sakit, papanya juga sakit parah. Aku pun tak luput dari penyakit. Aku terkena kanker payudara. Mungkin ini akibat kecapekan dan stres tiada henti. Parahnya, Hee Ah mogok tak mau main piano. Aku sedih sekali.

Namun, aku sadar, Hee Ah sedang dalam masa puber. Mungkin dia sedang banyak pikiran. Hee Ah pun harus sampai masuk rumah sakit jiwa. Tetapi apa kata para dokter? Mereka bilang, satu-satunya solusi adalah Hee Ah harus tetap main piano. Akhirnya, saya bertekad untuk mengajari Hee Ah main piano dari awal lagi.

Aku berusaha mengembalikan rasa percaya diri Hee Ah. Aku berkata, "Kalau kamu berhenti dari sekarang, tidak ada orang yang akan memandang kamu. Kamu pun tidak akan percaya diri. Tenang aja, Tuhan akan membantu dan berada di samping kamu. Karena kekurangan jari, kamu mungkin tidak seperti orang kebanyakan. Tetapi karena kamu punya kekurangan, Tuhan pun pasti akan lebih memberi."

Sambil bercanda, aku juga katakan padanya agar lebih fokus main piano. "Jangan lihat-lihat cowok. Setelah kamu benar-benar sukses, cowok mana pun pasti akan mengejarmu."

Ada satu hal lagi yang mengetuk hati Hee Ah. Saat itu, di Korea terbit buku tentang Hee Ah, untuk anak-anak. Setelah buku itu terbit, banyak anak yang mengirim surat pada Hee Ah. Aku dan Hee Ah senang membaca tulisan anak-anak itu. Surat dari anak-anak itu menggugah semangatnya. Hee Ah mulai main piano lagi. (Kini jika sedang sekolah, Hee Ah berlatih minimal 6 jam sehari. Jika sedang libur, dia berlatih minimal 13 jam sehari.)

TAK TAKUT "TINGGALKAN" HEE AH
Saat karier Hee Ah mulai menanjak, kesedihan kembali melanda keluarga kami. Papa Hee Ah menghadap Yang Kuasa. Demi mengurus semua keperluan Hee Ah, aku terpaksa berhenti dari pekerjaan saya. Aku akan selalu bertekad membuat Hee Ah bahagia.

Melihat Hee Ah seperti sekarang ini rasanya tak terucapkan dengan kata-kata. Aku benar-benar merasa bahagia dan bangga punya anak seperti Hee Ah. Aku lebih senang lagi karena dia bisa jadi contoh bagi anak-anak yang punya cacat fisik. Hee Ah ibarat biji yang menanam untuk orang lain supaya bisa mendidik orang seperti dia.

Jika nanti saya sudah tidak ada, saya yakin pasti ada orang yang lebih sayang padanya. Kalau bisa, sebelum saya meninggal, Hee Ah telah menemukan pasangan yang benar-benar bisa melindungi dan mencintainya setulus hati agar dia bisa hidup bahagia. Sebagai pengganti Mama.

(Rasa bangga dan bahagia tampak jelas di raut wajah Woo. Bagaimana tidak, berkat didikannya, Hee Ah bisa dengan mudah memegang sendok dan sumpit. Kini, Woo yang telah sembuh dari kanker payudara senantiasa setia menemani sang putri tur keliling dunia. He Ah memang telah membuktikan dirinya bisa berprestasi berkat ketekunannya. Ya, seperti lirik My Way yang dilantunkannya siang itu: I faced it all and I stood tall and I did it my way.. )

Thanks & Regards,

Anna Chu


(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Letter From God

Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKu, walaupun hanya sepatah kata, meminta pendapatKu atau bersyukur kepadaKu atas sesuatu hal indah yang terjadi di dalam hidupmu kemarin, tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.

Aku kembali menanti.

Saat engkau sedang bersiap, Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk. Di satu tempat, engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun.

Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu. Aku berpikir engkau ingin berbicara kepadaKu, tetapi engkau berlari ke telepon dan menelepon seorang teman untuk mendengarkan gosip terbaru.

Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti dengan sabar sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu, Aku berpikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.

Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang ke sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara kepadaKu dengan lembut sebelum mereka makan, tetapi engkau tidak melakukannya. Tidak apa-apa. Masih ada waktu yang tersisa, dan Aku berharap engkau akan berbicara kepadaKu, meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah beberapa hal tersebut selesai engkau kerjakan, engkau menyalakan televisi, Aku tidak tahu apakah kau suka menonton televisi atau tidak, hanya saja engkau selalu ke sana dan menghabiskan banyak waktu setiap hari di depannya, tanpa memikirkan apapun hanya menikmati acara yang ditampilkan.

Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi kembali kau tidak berbicara kepadaKu.

Saat tidur Kupikir kau merasa terlalu lelah. Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu, kau melompat ke tempat tidur dan tertidur tak lama kemudian.

Tidak apa-apa karena mungkin engkau tidak menyadari bahwa Aku selalu hadir untukmu. Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. Aku bahkan ingin mengajarkanmu bagaimana bersabar terhadap orang lain. Aku sangat mengasihimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata, doa atau pikiran atau syukur dari hatimu.

Baiklah... engkau bangun kembali dan kembali. Aku akan menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiKu sedikit waktu.

Semoga harimu menyenangkan.

Bapamu,
ALLAH TRINITAS MAHA KUDUS

(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Chinese Names Annie Wan

Caller : Hello, can I speak to Annie Wan (anyone)?

Operator : Yes, you can speak to me.

Caller : No, I want to speak to Annie Wan (anyone)!

Operator : You are talking to someone! Who is this?

Caller : I'm Sam Wan (Someone). And I need to talk to Annie Wan(anyone)! It's urgent.

Operator : I know you are someone and you want to talk to anyone!But what's this urgent matter about?

Caller : Well... just tell my sister Annie Wan (anyone) that ourbrother Noe Wan (no one) was involved in an accident. Noe Wan (no one) got injured and now Noe Wan (no one) is being sent to the hospital. Right now, Avery Wan (everyone) is on his way to the hospital.

Operator : Look if no one was injured and no one was sent to thehospital, then the accident isn't an urgent matter! You may find thishilarious but I don't have time for this, you moron!

Caller : You are so rude! Who are you?

Operator : I'm Saw Lee (Sorry).

Caller : Yes! You should be sorry. Now give me your name!! Grrr



ROTFL Laughing 1 Laughing 2 Belly Laugh  

 (Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Percakapanku dengan Tuhan

Hari ini aku menangis dihadapan Tuhan oleh karena suatu hal yang secara daging menyakitkan. Tapi entah Tuhan yang ijinkan aku untuk mengalah untuk terima hal yang menyakitkan itu, atau memang aku sendiri yang sudah cape, maka aku memutuskan menerima apa yang diberikan kepadaku.

Saat aku menangis, terjadi tanya jawab dipikiranku yang kemudian membuat aku terdorong untuk menuliskannya, sesuai dengan pikiran yang ditaruh dikepalaku. Jika ini menjadi berkat, biarlah menjadi berkat bagi semua. Jika ternyata ada yang tidak benar, biarlah Tuhan sendiri yang akan meluruskannya.

----
A(ku) : Tuhan, apakah yang harus aku lakukan setelah ini, dengan jumlah pesangon sekian yang harus aku terima?

T(uhan): Itu bukan urusanmu. Aku yang akan menetapkan langkahmu. Banyak hal yang belum bisa kau lihat yang akan terjadi di masa depanmu. Segala kekuatiranmu, engkau sendirilah yang membuatnya.

A : Dengan segala perkataan yang aku katakan selama ini, orang akan mencibir kepadaku. Bahkan saudara seiman yang aku pandang selama ini pun mungkin akan melakukan hal yang sama.

T: Mereka punya bagian mereka sendiri. Lagipula, apa yang sudah kau ucapakan dengan tanpa sengaja, sudah menjadi keputusanmu, sekalipun engkau tidak menyadarinya. Aku ijinkan itu terjadi supaya engkau melihat penyertaanKu padaMu.

A: Aku merasa menjadi pria yang gagal, yang tidak berguna dipemandangan orang banyak, sekalipun aku dipecat bukan berdasar kesalahanku semata, Tuhan. Sekalipun sekiranya itu kesalahanku, aku bersedia memperbaikinya.

T: Aku ciptakan engkau, dan ijinkan engkau hidup, bukan untuk tujuan kegagalan.

A: Aku ingat Tuhan, beberapa saat dalam hidupku, maut sudah sangat dekat. Engkau bisa ambil hidupku kapan saja. Kenapa tidak Engkau lakukan saja?

T: Dalam hal ini engkau harus menjaga lidah dan pikiranmu. Kadang kau hanya mau melarikan diri dari keadaaanmu sekarang. Perlukah Aku bertanya kepadamu seperti saat Aku bertanya kepada Ayub?

A: Aku rasa tidak perlu Tuhan. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Kau tahu, Tuhan, kadang aku merasa lebih santai jika bisa menuliskan semua ini. Apa menurutmu aku perlu menuliskannya?

T: Aku tidak menyuruhmu. Tapi jika kau merasa ini bisa berguna bagi orang lain, Aku berikan pilihan itu kepadamu.

A : Bagaimana aku tahu bahwa ini benar Engkau dan bukan pemikiranku sendiri?

T: Jika engkau tidak lagi percaya bahwa Aku bisa berkata-kata kepadaMu, melalui pikiran yang timbul dikepalamu, dengan apa lagi Aku harus membuatmu percaya?

A: Tapi Engkau kan Tuhan, tidakkah Engkau mau membisikkan sesuatu di telingaku, atau sesuatu yang agak spektakuler, misalnya? *sambil tersenyum*

T: Kau pikir bagaimana Aku berbicara kepada Abraham? Kepada Daud? Kepada banyak nabi?

A: Setahuku Engkau berbicara langsung Tuhan. Ada juga sih yang menggunakan batu, seperti jika Engkau berfirman kepada Daud, atau mungkin undian, seperti yang Engkau lakukan terhadap Yunus. Menurutku, apakah itu cukup valid?

T: Siapakah yang menentukan apakah itu valid atau tidak? Dirimukah?

A: Oke Tuhan, jangan sewot.

T: Aku tidak sewot, anakKu. Aku mengasihimu dan aku ingin engkau tahu bahwa Aku menetapkan jalanMu.

A: Apakah engkau sudah predestinasi jalanku Tuhan? Seperti yang selama ini dijadikan bahan di AP?

T: Untuk kebaikan, ya. Aku tetapkan jalanmu.

A: Tuhan, temenku ada yang minta traktir nih *sambil tersenyum lagi* Ntar kalau uang pesangonnya abis?

T: Janganlah mencobai Tuhan, Allahmu. Sebegitu pelitnyakah dirimu?

A: Tentang perpuluhan, Tuhan, jujur saja, 10 persen dari apa yang aku dapat cukup besar juga kalo diliat.

T: Abraham mempersembahkan sepersepuluh dari miliknya kepadaku. Jika engkau mau melihat kemuliaan yang akan Aku berikan kepadamu, beranilah untuk mengambil keputusan.

A: Ya, aku tau Tuhan. Masalahnya bukan besar yang Engkau minta. Aku tau Engkau tidak kekurangan sampai-sampai meminta sepersepuluh dari apa yang aku punya. Aku tau bahwa itu akan berguna dan mengalir, dan berputar bagi banyak orang.

T: Lha itu tau.

A: Barusan temenku bilang bahwa aku baik, mau traktir dia ke Dufan.

T: Sekarang engkau liat yang lebih berharga dari uang. Kegembiraan yang timbul di wajah mereka, dapatkah kau beli dengan uang?

A: Ya aku tau Tuhan. Masalahnya bukan seberapa banyak yang aku habiskan buat mereka, tapi perhatian yang aku berikan buat mereka. Engkau tau Tuhan, kadang aku merasa terlalu tidak peduli dengan orang lain. Aku kadang kesulitan menyatakan bahwa aku peduli kepada mereka.

T: Tapi aku harus jujur berkata bahwa kadang memang engkau sedikit pelit *kali ini Tuhan yang tersenyum*

A: Tuhan, apakah benar ini Engkau? Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku bicarakan denganMu tentang kehidupan ini. Kenapa banyak orang tidak merasa bahagia dengan hidup mereka sendiri?

T: Banyak orang tidak merasa berbahagia karena mereka hanya mau melihat kebahagiaan orang lain. Aku sudah perintahkan supaya engkau tertawa dengan mereka yang tertawa dan menangis dengan mereka yang menangis.

A: Tapi sering itu sulit Tuhan. Kadang dalam tawa dan kebahagiaan mereka, aku merasa bahwa aku tidak sebahagia mereka. Memang kadang aku ikut menyalami mereka yang berbahagia. Hanya saja, dalam hatiku aku merasa bahwa mereka sungguh beruntung.

T: Engkau tahu masalahmu? Engkau selalu mengukur apa yang mereka terima dengan ukuranmu sendiri. Padahal tidak demikian sebenarnya. Engkau tidak tahu saat-saat mereka merintih kesakitan. Engkau tidak tahu sama sekali tentang hal itu. Yang engkau keluhkan hanyalah "mengapa aku tidak sebahagia mereka?". Jika boleh Aku berkata, engkau masih terlalu egois. Terlalu picik. Ma'af Aku bicara agak keras. Tapi ini karena Aku mengasihimu.

A: Tuhan, engkau meminta ma'af kepadaku? Apakah aku ini sampai2 Engkau seakan-akan bersalah kepadaku?

T: Apakah meminta ma'af mengurangi kedaulatanKu sebagai Tuhan? Engkau bisa menuliskannya ataupun tidak menuliskannya. Tapi satu hal, bahwa Engkau indah dihadapanKu, dan Aku mengasihimu.

A: Tuhan, pernahkah Engkau menyesal?

T: Aku tidak pernah menyesal akan apapun.

A: Kenapa dituliskan dalam Alkitab bahwa Engkau menyesal dan mencabut kembali keputusanMu?

T: Bahasamulah yang mengharuskan tertulis demikian adanya. Aku mengasihimu, serta umat manusia di bumi ini, sehingga kadang kalau engkau keras kepala, Aku ijinkan hal itu terjadi, yaitu bahwa Aku mengubah keputusanKu.

A: Apakah Engkau Allah yang plin-plan jika demikian?

T: Aku tidak pernah plin-plan. Aku mengubahnya sesuai dengan kekayaan pengetahuanKu. Apakah engkau pikir aku tidak bisa meluruskan jalan salah yang kau tempuh?
----------------------

Aku kira hanya sebagian itu yang dapat aku tuliskan buat kalian. Mungkin diantara kalian ada yang tidak percaya. Sejujurnya, akupun akan beranggapan hal yang sama jika ada orang lain yang menuliskannya untukku. Mungkin ada yang beranggapan bahwa ini hanyalah sebuah dialog imajiner antara aku dengan diriku sendiri. Aku kira Tuhan tidak ambil pusing dengan hal itu. Nafas hidup yang diberikanNya dulu kepada Adam sehingga ia menjadi manusia yang hidup, telah diturunkan sampai kepada diriku, kepada kita semua sehingga, mau tidak mau, kita harus percaya bahwa ada sisi illahi yang hidup didalam kita. Allah bisa menggunakannya seturut kemauanNya.

Sesungguhnya hidup ini demikian kaya karena Allah yang kita sembah adalah Allah yang kaya. Kita sendirilah yang menganggap bahwa hidup ini berkekurangan sehingga kita terus membangun, menambah ini dan itu, sampai-sampai kita dibutakan atas suatu kebenaran: bahwa apa yang Allah berikan itu begitu sempurna.

Semoga menjadi berkat.

(Diambil dari Blog Daniel Room yang telah kena hack oleh orang tak bertanggung jawab)

Belajar dari Yairus

(Lukas 8 : 40 – 56)
Oleh : S. RUDY USMANY

Bila membaca judul diatas, yang mungkin timbul dalam benak pikiran kita adalah pertanyaan antara lain : Siapakah Yairus itu ? , kemudian mengapa kita perlu belajar darinya ?, dan apakah yang dapat kita pelajari darinya ?

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah baik adanya, dan itu menunjukan pada rasa keingin-tahuan kita. Untuk dapat memahami lebih jauh mari kita simak uraian berikut ini ;
Siapakah Yairus itu ? Yairus adalah seorang yang mempunyai pergumulan hidup yang luar biasa, dimana masalah yang dihadapinya, adalah anak perempuan satu-satunya sedang sekarat (sakit keras) dan hampir mati.

Saudara dan saya atau siapa saja, selama masih tinggal didunia ini, tidak akan pernah luput dari pergumulan atau masalah.

Mengapa kita belajar dari Yairus ? karena Yairus adalah seorang pemenang yang dapat melewati pergumulannya secara luar biasa. Apakah kita sering menjadi pecundang ? yang juga mempunyai keinginan untuk jadi pemenang tetapi tidak tahu caranya.

Apakah yang dapat kita pelajari dari Yairus ?, jawabnya, adalah langkah atau tindakan yang dilakukan Yairus , yang menjadikannya sebagai pemenang.

Adapun langkah atau tindakan yang diambil oleh Yairus sebagai berikut ;

1. Datang Pada Alamat Yang Tepat.
Dalam menghadapi pergumulannya, Yairus mengambil suatu langkah awal yang sangat tepat, yaitu dengan datang pada Yesus (ay. 41).

Banyak diantara kita yang mengaku sebagai pengikut Kristus (Kristen), mengambil jalan yang keliru dalam usaha menghadapi atau menyelesaikan pergumulan hidup, baik masalah sakit-penyakit, masalah rumah tangga, jodoh, ekonomi atau masalah lainnya. Kita tidak datang pada Tuhan tetapi malah memilih jalan atau mencari pertolongan dari tempat yang tidak dapat diandalkan dan bahkan membawa kita pada kehancuran.

Tuhan yang seharusnya menjadi andalan dan sandaran kita satu-satunya malah berada pada urutan terbelakang, atau bahkan tidak masuk dalam daftar (karena kita melupakan Nya).Dan sangatlah disayangkan, kita baru datang pada Tuhan setelah seluruh daftar sumber pertolongan kita telah habis, tetapi masalah tidak terselesaikan juga, bahkan masalah tersebut sudah membesar seperti gunung, dan menjerat seperti gurita, atau membuat kita mengalami stress yang luar biasa atau dampaknya membuat kita sampai tidak sanggup bangun dari tempat tidur.
Satu hal yang harus kita ingat, bahwa Tuhan Yesus telah mempersilahkan, atau memanggil kita untuk datang pada Nya, seperti yang tertulis dalam Injil Matius 11 : 28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”.Jadi apapun masalahmu atau pergumulanmu, marilah “datang pada alamat yang tepat.

2. Merendahkan Diri Dihadapan Tuhan
Yairus tersungkur dikaki Yesus, dan memohon kepada Nya (ay. 41).
Jelas sekali dapat kita mengerti, bahwa kalimat diatas memberikan arti, bahwa Yairus merendahkan dirinya dihadapan Tuhan, atau dengan kata lain Yairus mau mengakui ketidak berdayaannya serta menyerahkan masalahnya kepada Tuhan, dan tentunya dengan harapan akan mendapat pertolongan dari Tuhan.

Kemudian bagaimanakah dengan kita ? apakah yang kita lakukan telah seperti apa yang telah dilakukan oleh Yairus ? Jawabnya, tidaklah selalu seperti itu. atau bahkan tidak sama sekali. Semua itu disebabkan kita merasa bahwa kita memiliki kekuatan serta kepandaian, harta yang melimpah, kenal dengan pejabat ini / pejabat itu , dan bahkan sampai dukun yang ampuh alias paranormal paten.

Saudara-saudara ku tidakkah kita sadari, bahwa kekuatan dan kepandaian kita sangatlah terbatas, harta dunia yang kita miliki dalam sekejap mata dapat habis (lenyap), dan orang-orang yang kita andalkan akan mengecewakan dan meninggalkan kita.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kita mau menjadi orang-orang yang terkutuk ?, karena mengandalkan manusia dan kekuatan sendiri (Yer 17 : 5 & 6), atau tidakkah kita ingin menjadi orang diberkati ?, karena mau mengandalkan dan menaruh harapan pada Tuhan (Yer 17 : 7 & 8).

Ingatlah saudara-saudaraku ! Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup, dan tidak pernah mengecewakan ataupun meninggalkan kita, karena Ia adalah setia dan adil, maka tunggu apalagi ?, marilah kita mengandalkan Dia. Mulailah merendahkan diri dihadapan Nya, berserah penuh kepada Nya dengan berlutut dan berdoa , sebab ada tertulis : “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya” (Mat 21 : 22).

3. Bersabar.
Apabila membaca perjalanan Tuhan Yesus yang mengikuti Yairus untuk menolong anaknya, bisa kita bayangkan banyaknya waktu yang hilang dan lamanya Yairus harus menunggu, dimana Tuhan Yesus harus didesak-desak oleh orang banyak (ay. 42), dan ditambah lagi dengan Tuhan Yesus harus tertahan karena melayani wanita yang mengalami sakit pendarahan selama 12 th (ay 43 – 48).

Mengalami hal itu, adakah Yairus melakukan protes ?, misalnya dengan berkata : “ Hai Yesus, aku yang lebih dahulu datang meminta kepada Mu, tolonglah aku lebih dahulu”, atau mungkin “Hai Yesus, cepatlah sedikit, kalau tidak anak ku mati”. Tapi itu semua tidak dilakukannya, ia tidak protes, ia tidak bersungut-sungut, atau pun berteriak-teriak atau tidak menunjukkan kekesalannya, yang dilakukannya adalah tetap bersabar.

Dalam kehidupan sekarang ini, terlalu banyak orang yang ingin segala sesuatunya serba cepat (instant). Demikian halnya dengan Jawaban Doa atau Pertolongan Tuhan, mereka juga ingin supaya Tuhan cepat mengulurkan tangan Nya untuk menolong, dan bila mereka merasakan pertolongan Tuhan terlalu lama datangnya, mulailah ketidak kesabaran mereka muncul dan akhirnya mereka mulai berfikir, bahwa minta pada Tuhan terlalu lama, atau Tuhan tidak mau menolong, maka lebih baik mencari alternatif lain yang menyimpang (tentunya iblis bersorak-sorai dengan keadaan ini).

Satu hal yang perlu kita ketahui bersama, bahwa “ Tuhan tidak pernah mengulur-ulur waktu sebelum menolong orang-orang pilihan-Nya “(Luk 18 : 7 & 8), atau dengan meminjam kalimat yang disampaikan oleh seorang pengkotbah besar, bahwa “Tuhan tidak pernah terlambat untuk menolong, Ia juga tidak pernah terlalu cepat, karena Ia tahu waktu yang tepat untuk memberikannya”. Untuk itu saudara-saudaraku, mari kita menunggu dengan lebih sabar akan datangnya campur tangan Tuhan yang luar biasa terhadap pergumulan hidup kita .

4. Tenang dan Percaya.
Selanjutnya Yairus menghadapi keadaan yang jauh lebih berat lagi, dimana ia menerima kabar yang sesungguhnya dapat membuatnya kehilangan kendali diri, yaitu : “Anakmu sudah mati, jangan lagi menyusahkan Guru “(ay. 49).

Bila telah berada dalam kondisi seperti itu , masih adakah harapan yang tersisa bagi Yairus ?, dan selanjutnya apakah ia menjadi kehilangan kendali diri ?

Dalam keadaan seperti ini Tuhan langsung memberikan kekuatan kepada Yairus, dengan berkata , “ Yairus !!!…. , jangan takut, percaya saja , anakmu akan selamat “(ay. 50). Dari kalimat tersebut timbul pertanyaan yang sangat mengelisahkan, yaitu : “adakah dasar bagi Yairus untuk percaya” ?. Lalu apakah yang dilakukan oleh Yairus ?. Jawabnya “ walaupun tidak ada dasar untuk percaya, Yairus tidak goyah, ia tetap tenang dan percaya”.

Kemudian bagaimanakah dengan kita semua, apakah kita tidak dapat bertindak seperti Yairus, untuk “tetap tenang dan percaya” ?. Dimana pada masa sekarang ini, telah banyak kita melihat mujizat dan pertolongan Tuhan yang sangat luar biasa, dan bahkan tanpa disadari kita sendiri yang mengalami secara langsung.

Dikala kita sedang menanti jawaban atau uluran tangan Tuhan, sering muncul masalah/gangguan lain yang dapat membuat kita dalam kondisi lebih tertekan, bahkan hampir-hampir kita tidak dapat menanggungnya.

Saudara-saudaraku janganlah keadaan itu membuat kita tenggelam. Cobalah untuk mengingat akan kasih Tuhan dan campur tangan Nya terhadap kita dan keluarga kita, karena hal inilah yang dapat menguatkan kita untuk tetap tenang dan percaya, sebab ada tertulis, “…….. dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” (Yes 30 : 15).
5. Setia dalam PengharapanSetelah melalui perjalanan panjang dan waktu yang lama, serta ditambah dengan tekanan yang berat, akhirnya Yairus berhasil melalui pergumulannya dengan kemenangan yang gemilang, dimana ia mendapatkan anaknya hidup kembali setelah mendapat jamahan Tuhan (ay.54 &56).
Keberhasilan Yairus tidak lepas dari kesetiaannya pada pengharapan untuk mendapatkan pertolongan Tuhan. Dan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin bila Yairus mengalami kegagalan untuk mendapatkan anaknya hidup kembali, dikarenakan oleh ulahnya sendiri dengan cara membatalkan campur tangan atau pertolongan Tuhan, mis : ia lari atau pergi meninggalkan Tuhan karena :

- merasa lambatnya pertolongan Tuhan.
- merasa tidak adanya harapan lagi, setelah ia mendengar khabar anaknya telah mati.

Keadaan yang Yairus alami, dapat juga terjadi pada kita, dan apakah kita akan membatalkan sediri akan apa yang telah kita minta pada Tuhan, dikarenakan ketidak setiaan kita dalam pengharapan, dimana pada saat itu berkat atau pertolongan Tuhan sudah tiba dimuka rumah kita (jika kita mengetahui itu, tentunya akan sangat menyesal). Untuk itu saudara-saudaraku, marilah kita setia dalam pengharapan, agar pada saatnya kita dapat merasakan kasih Tuhan yang luar biasa melalui pertolongan dan campur tangannya yang ajaib dan luar biasa, sehingga kita semua menjadi orang yang berjaya terhadap setiap pergumulan.

Saudara-saudaraku dari uraian diatas dapat kita simpulkan,bahwa untuk menjadi pemenang, kita dapat mencontoh dari apa yang dilakukan oleh Yairus, dan diatas segalanya yang perlu diingat, yaitu “Yesus adalah jawaban yang tepat bagi segala pergumulan kita.
Tuhan memberkati kita semua
. Amin.



Maret, 2001
Penulis adalah Jemaat GBI-Tiberias.


Catatan : Tulisan ini sudah pernah diterbitkan di Majalah Tiberias tahun 2002